Visione.co.id-Republik Edanabis dipimpin oleh Presiden Bad Jingan. Pimpinan parlemen dijabat oleh Sameun Leveun dan ketua Majelis Rakyatnya Hedon Ismet. Ibukota Edanabis adalah Provinsi Khusus Bebasi Total.
Presiden Bad Jingan saling bahu membahu dengan Sameun Leveun dan Hedon Ismet dalam membangun republiknya. Negara tidak mengenal larangan. Sistem telah terbentuk sedemikian bebasnya di semua sektor kehidupan. Pemerintah dan rakyat sudah lupa dengan istilah kebaikan atau kebenaran. Istilah ini menjadi tidak penting karena begitu mudahnya dibuat menjadi berbagai versi. Satu aturan yang pasti yaitu, siapa yang licik, kuat, dan bergelimang harta maka dia berkuasa.
Hari Sabtu malam Minggu itu Bad Jingan sedang berhura-hura. Ia duduk di balkon VVIP. Matanya jelalatan menyaksikan goyang Ratu Undur-undur. Tak habis lidahnya menjilati bibir. Tapi ia merasa ada yang kurang. Dan ia pun memerintahkan Menteri Penerangan Sibeobeo memanggil Sameun Leveun.
Sameun Leveun mendekati kursi Bad Jingan. Bersender pada sisi balkon, “Ada apa Presiden Jingan?” ia bertanya.
Sambil terus menjilati bibirnya dan wajah yang bertambah sumringah memerah, Bad Jingan berkata, “Goyang Ratu Undur-undur kurang vulgar.” Tangan Bad Jingan memberi isyarat agar telinga Sameun Leveun mendekat, “Aku rasa, undang undang kebebasan bergerak yang kau buat dua tahun lalu masih terlalu mengekang.” Sameun Leveun manggut-manggut. “Kau buatlah agar goyang Si Ratu Undur-undur ini bisa lebih vulgar. Paling tidak goyangannya sampai bisa membuat semua laki-laki yang menyaksikannya dari televisi mudah beronani,” bisik Bad Jingan.
Sameun Leveun tertawa terkekeh-kekeh, “Pikiranmu sama dengan pikiranku. Selama ini aku sendiri memang sukar tuntas beronani saat menyaksikan Ratu Undur-undur bergoyang. Kamera kurang berani fokus pada aurat dan goyangan vitalnya.”
“Itulah dia!” ungkap Bad Jingan sambil jari telunjuknya teracung di depan Sameun Leveun. “Padahal Undang-undang Dasar kita sudah menetapkan bahwa seniman, aktor atau artis, dan entertainer harus totalitas dalam profesi mereka. Apalagi para artis kita memang merasa senang jika kaum lelaki bisa menikmati mereka secara total. Sekarang kan mereka saling berlomba mempertontonkan auratnya untuk menyenangkan kaum lelaki.”
“Ya, ya. Tidak ada halangan lagi. Besok seluruh anggota dewan akan langsung memutuskan untuk menyetujuinya,” kata Sameun Leveun lebih lanjut. Ia lalu mengangguk dan beringsut kembali ke kursinya. Dan wajah Bad Jingan pun kembali sumringah, menjilati bibir dengan lidahnya, serta air liurnya kadang menetes menyaksikan goyang Si Ratu Undur-undur yang bertambah dasyat.
* * *
Hari-hari di Bebasi Total khususnya dan Rapublik Edanabis umumnya kembali seperti biasa yang penuh hura-hura. Buku-buku Bebasi Total Undercover beredar bak kacang goreng dan selalu jadi acuan. Wanita-wanita mengikuti pola mainstreamnya bermenor-menor ria mempertontonkan aurat atau berpakaian super tipis ketat. Kaum lelaki menikmati disokong para tokoh yang menggembar-gemborkan emansipasi wanita dan hak asasi manusia edan-edanan.
Tidak ada tempat bagi orang-orang berhati jernih dan idealis. Mereka yang menjunjung tinggi moral dipandang aneh dan jijik oleh seluruh masyarakat. Segala propaganda moral ditertawakan habis-habisan dan langsung dicap munafik seratus persen. Gerakan anti pornografi dan pornoaksi melayang entah ke mana. Artis-artis rela bertelanjang ria di depan anggota legislatif demi langgengnya pornografi dan pornoaksi. Tokoh-tokoh bergelar relijius justru mendukung aksi-aksi hiburan sekelas goyang mesum Ratu Undur-undur atau yang lebih berat lagi.
Senin pagi Presiden Bad Jingan memulai kembali hari kerjanya sebagai presiden. Bacaan wajibnya di pagi hari telah tersedia di meja kerja: Tabloid Selebritis Panas, Koran Gosip Berkobarkobar, Surat Kabar Politik Hutan Rimba, dan majalah ekonomi Acakacakan. Di dinding ruang kerjanya terpampang papan elektronik agenda kerja hari ini. Ada peresmian panti pijat Hotabis Internasional, peletakan batu pertama jalan bebas hambatan Lintas Pariwisata Meusoem, peresmian Gedung Olahraga Eksekutif Umbaraurat, serta menghadiri seminar Teknologi Patgulipat Uang Panas, dan wisuda pamong praja Sekolah Tilep Fulus Gaya Nekadagresif.
Sekretaris pribadinya, Lindehoy Kerlinggenit, datang membawa air minum. Bad Jingan manggut-manggut menatap Lindehoy. Senyum nakalnya mengembang menatap rok mini ketat dan bagian atas yang menyerobot kesempitan.
“Air minum, Tuan Presiden,” Lindehoy meletakkan baki air minum di meja kerja Bad Jingan. Dandanannya yang seronok diobral luber, seakan barang dagangan kaki lima yang tak hanya cukup di trotoar tapi tumpah hingga tengah jalan. “Ini serbuk obat kuatnya akan saya campurkan. Jangan lupa, Tuan Presiden akan menjadi konsumen pertama, sebagai penghormatan meresmikan Panti Pijat Hotabis Internasional.”
“O.., ya. Betul.., betul. Campurkan. Aduk yang rata. Aku tak boleh membuat malu pemilik panti pijat. Wanita itu sahabatku, aku selalu bersemangat menatapnya. Jadi, ya.., harus fit, sampai aku puas. Ha.., ha.., ha. Aku sudah tak sabar. Jam berapa peresmiannya?”
“Setengah jam lagi kita berangkat Tuan.” Lindehoy mengaduk minuman yang telah dicampur serbuk obat kuat. “Saya permisi dulu Tuan,” berkata Lindehoy seusai mengaduk minuman.
“Tunggu dulu!” Bad Jingan menegakkan duduknya, “Janganlah pergi dulu.”
Lindehoy tersenyum penuh arti. Ia duduk di kursi tamu. Bad Jingan mendekati dengan mata tambah berbinar menyapu dan menguliti penampilan Lindehoy, lalu duduk berhadapan.
“Aku kagum kepadamu. Dedikasimu dalam bekerja sangat tinggi. Kamu adalah sekretaris yang selalu membangkitkan kinerjaku, mulai ujung rambut hingga ujung kaki. Kamu pantas mendapat penghargaan dari seluruh kaum pria yang telah kamu manjakan penglihatannya. Garis gerakanmu yang memperjuangkan kebebasan wanita dalam segala hal tampilan dan ekspresi sangat aku dukung. Dan aku rasa, seluruh kaum pria akan sangat bersukacita jika gerakanmu maju dan diikuti seluruh kaum wanita. Ha.., ha.., ha.., tidak akan ada kaum pria yang kuat menolak untuk terlarut dalam menikmati ekspresi total gerakanmu. Kami nikmati, kami nikmati, dan kami senang. Ha.., ha.., ha.
Lindehoy tersipu-sipu. Ia pun menunjukkan sikap duduk yang semakin memukau pandangan. Terbukti, tarikan napas Bad Jingan terdengar semakin bersemangat dan memburu.
“Sebagai penghargaan dariku,” Bad Jingan berkata lagi melanjutkan, “mulai detik ini, gajimu kunaikkan dua kali lipat. Dan buatlah aku semakin terpukau, ha.., ha.., ha. Silakan, kau boleh keluar ruangan. Ingatkan dan dampingi aku untuk peresmian panti pijat sebentar lagi, oke!”
“Dengan senang hati Tuan Presiden.” Lindehoy meninggalkan ruang Bad Jingan dengan gemulai, membuat mata tuannya tak lepas menatap hingga hilang di balik pintu. Tak jelas, siapa memanfaatkan siapa, atau siapa menghibur siapa. Asas manfaatlah yang dipakai dengan nilai kehormatan dinjak-injak.
* * *
Pada peresmian Panti Pijat Hotabis Internasional, sebuah panti pijat bintang lima plus-plus-plus, Presiden Bad Jingan memberikan sambutan. “Basis pariwisata kita adalah hura-hura, maksiat, perzinahan, dan perjudian. Jauh-jauh hari sejak aku dilantik sebagai presiden, basis ini telah aku tetapkan dan telah disetujui oleh Majelis Rakyat dan Parlemen menjadi sebuah ketetapan yang kuat. Jadi janganlah mengarang hal-hal relijius di Republik Edanabis. Sudah pasti, karangan itu akan tersingkir terinjak-injak dengan cercaan dan tertawaan. Basis ini mendapat applaus besar dari dunia internasional, searah dengan mainstream globalisasi. Itulah demokrasi, kita harus bangga dapat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi secara murni dan konsekuen.”
Tepuk tangan mengguruh membahana terdengar dari seluruh hadirin.
“Hadirin dan rakyatku di seluruh penjuru tanah air. Sebentar lagi aku akan meresmikan dan menjadi konsumen pertama Panti Pijat Hotabis Internasional. Kulakukan ini untuk menjadi contoh teladan dalam menghargai dedikasi wanita. Perjuangan wanita mensejajarkan diri dengan pria patut kita hargai. Dan perkembangannya di negara kita ternyata searah seirama dengan kepentingan lelaki. Ha.., ha.., ha.., batapa bahagianya. Aku yakin, perjuangan wanita di Republik Edanabis ini akan menjadi komoditas nomor satu di dunia internasional. Karenanya, para wanita pelopor: Ratu Undur-undur lewat gerakan seninya, Madame Jilebaenol lewat gerakan karyanya, dan Lindehoy Kerlinggenit lewat gerakan profesinya, dalam waktu dekat akan aku beri penghargaan Women of the Year. Sekian.., dan aku sudah tidak sabar menjadi pelanggan pertama. Ha.., ha.., ha..”
Tepuk tangan mengguruh kembali terdengar. Tiga orang wanita pelopor berdiri mendekati presiden untuk disalami. Lalu mereka membimbing presiden meresmikan panti pijat. Bad Jingan menekan tombol sirine tanda peresmian, dan selubung yang menutup gapura panti pijat perlahan terbuka. Ternyata, selain ukiran nama ‘Hotabis Internasional’ pada batu besar, terpahat pula di atasnya dua patung pria wanita saling memijat. Madame Jilebaenol, pemilik panti pijat, berbisik kepada Bad Jingan bahwa itu menunjukkan Hotabis Internasiomal juga melayani wanita. Ia menggandeng Bad Jingan menjadi konsumen pertama. Seluruh fasilitas dinikmati oleh Bad Jingan, gratis, karena dibayar oleh negara. Konsumen kedua dan ketiga masing-masing Sameun Leveun dan Hedon Ismet tergesa-gesa tidak mau tertinggal. Berikutnya para pejabat yang memboyong keluarga besar, istri-istri pejabat yang terbiasa berarisan heboh, anak, keponakan, cucu, semuanya turut menikmati fasilitas negara, menyerbu panti pijat. Area Panti Pijat Hotabis Internasional seluasepuluh hektar berhura-hura diserbu konsumen. Bad Jingan sendiri menghabiskan waktunya hingga tengah hari tanpa dilepas Madame Jilebaenol.
Pemilik panti pijat, Madame Jilebaenol, merasa sangat bangga dan tersanjung. Ia sampai-sampai menitikkan air mata melihat Bad Jingan begitu girangnya menikmati semua suguhan. Tak percuma rasanya ia kerja keras membina wanita dan pria bawahan-bawahannya. Semuanya sudah go international serta siap mengikuti berbagai kontes model dan putra putri ayu nan seronok sejagat. Bagi Jilebaenol dalam mendirikan panti pijat tak ada lagi pikiran dosakah yang mereka kerjakan, atau sucikah mereka yang datang. Dua jenis kelamin sama-sama berpartisipasi aktif melakukan permintaan dan aktif menggiatkan penawaran.
Peletakan batu pertama jalan bebas hambatan Lintas Pariwisata Meusoem dikerjakan secara singkat. Meski demikian, ini akan menjadi proyek besar demi merealisasikan rencana besar. Lintas Pariwisata Meusoem diproyeksikan sebagai pusat pariwisata Republik Edanabis. Sebuah jalan layang besar bertingkat lima dengan cabang-cabangnya berbagai obyek lengkap pariwisata Meusoem bintang lima. Industri pariwisata yang bertempat di jalan ini akan beraneka ragam, semuanya tidak lepas dari basis hura-hura, maksiat, perzinahan, dan perjudian. Proyek ambisius yang akan kebal hukum, bahkan dilindungi dan didukung habis lembaga pengadilan. Jangan harap mengkritiknya, media atau lembaga mana pun yang melakukannya siap diganjar trilyunan sebagai hukuman. Sudah banyak hakim-hakim menjadi gendut total karena mengganjar siapa pun penghambat dalam masa perintisan proyek raksasa ini.
Tak kalah hebohnya, Bad Jingan begitu girang meresmikan Gedung Olahraga Eksekutif Umbaraurat. Didirikannya gedung ini merupakan satu upaya menyemarakkan dunia olahraga. Suatu hal yang lumrah, olahraga akan ramai ditonton jika diekspos aurat di dalamnya. Tak perlu ada lotere, door prize, atau undian. Demikian besar antuasias para ekskutif. Terbukti, di hari peresmian mereka sudah membludak ramai. Pemandangan segar berseliweran, semua saling berlomba tampil seksi. Berbagai stasiun televisi penyaji acara infotainment dan reality show hilir mudik beraksi. Seluruh masyarakat di rumah pun bisa menyaksikan lewat televisi, jika perlu sambil beronani sepuasnya. Di layar televisi terpampang pula foto-foto perzinahan selebritis yang diambil secara gelap tapi sudah menjadi konsumsi umum. Ketika itu tengah ramai dipampang foto artis Cuka Yuyu yang tengah bugil berzinah.
Seminar Teknologi Patgulipat Uang Panas dan wisuda pamong praja Sekolah Tilep Fulus Gaya Nekadagresif dilaksanakan dalam satu rangkaian. Sebagai salah satu pemakalah seminar, Bad Jingan menerangkan cara-cara penyaluran uang panas. “Pada hakekatnya, kita tidak kenal istilah uang panas atau uang haram,” berkata Bad Jingan dalam pidatonya. “Segala hal itu punya harga. Maksiat, perzinahan, penipuan untuk korupsi, perjudian, serta haram jadah lainnya bagaimanapun punya nilai barang atau jasa. Selama banyak manusia bejat masih membutuhkannya, pasti…, pasti masih punya harga. Jangan takut-takut diselidiki atau dibongkar boroknya. Tak ada daya itu yang namanya pengadilan.
Anda yang berlimpah uang haram tidak usah bingung menyalurkannya. Iseng-iseng berhadiah, anda bisa mendirikan partai politik. Hambur-hamburkan di sana, hadiahnya anda bisa menjadi presiden, paling tidak menguasai negara. Uang haram yang anda hambur-hamburkan akan kembali dengan cepat, bahkan menjadi lebih halal. Ha.., ha.., ha.., mudah.., mudah bukan.”
Tepuk tangan menggemuruh selalu menyertai ucapan-ucapan Bad Jingan. Ia berdehem-dehem tersanjung, lalu berkata lagi, “Dan sebagai ungkapan gembiraku karena sebentar lagi akan mewisuda pamong-pamong praja baru, aku akan membeberkan jurus andalanku yang sukses menjadi politisi busuk nan cemerlang. Jurus itu adalah Anda harus sangat licik. Licik dalam segala hal, di antaranya licik mengendalikan negara, licik mengambil hati rakyat, dan licik merangkul lawan politik. Di negara kita ini semuanya sangat mudah. Rakyatnya sebagian besar manut menurut. Kita bisa bebas mengatur, tempo-tempo obral janji agar mereka terbuai, tempo-tempo kita tindas supaya mereka tetap lemah. Sebagai bukti sekarang, rakyat tetap banyak mendukungku meski sering kutindas. Ketua Parlemen kurangkul meski ia korup di mana-mana, sebentar lagi ia akan kujadikan wakil. Kekayaan negara seluruhnya ada dalam kontrolku, staf partaiku, Supurut Buncito, menjalankannya dengan baik. Tak ada salahnya kekerasan merajalela di sekolah ini, itu salah satu proses seleksi alam. Menjadi politisi busuk itu proses seleksi alam juga, tidak mudah mencapainya.”
“Ayo, kita akan memulai wisudanya,” berkata lagi Bad Jingan. “Aku sudah meminta kepada jajaran rektorat sekolah ini, peringkat wisudawan ditentukan dari skala sikap kelicikannya. Licik itu perpaduan antara kecerdasan, kekejaman, dan kecurangan. Semuanya seimbang. Siapa yang ketiganya dominan dalam skala yang tinggi, ia akan menjadi wisudawan terbaik. Aku sudah mendapat datanya. Sebagai simbolitas, ia akan kuwisuda secara langsung. Aku panggilkan, Siotakudang Carimuka. Ayo semua tepuk tangan.” Semua yang hadir bertepuk tangan meriah.
“Siotak ini sudah akrab denganku. Dua tahun yang lalu ia sering demo aku. Aku tawari jabatan legislatif, dia mau dan sangat antusias. Nah, itulah yang kumaksud dengan licik, bahkan biangnya rakus juga. Aku suka itu!” Bad Jingan memberi map ijazah, memindah tali toga Siotak, bersalaman, dan musik latar bergema. “Ya.., sudah, cukup. Aku pamit mundur. Untuk semua wisudawan aku berikan kalian hadiah. Sambutlah orkes goyang Si Ratu Undur-undur, selamat menikmati goyang dasyatnya!”
Tiba-tiba, tirai besar tersingkap diiringi suara musik gegap gempita. Dan Ratu Undur-undur beserta pendukungnya muncul dengan goyangan erotis, memukau seluruh wisudawan yang serempak latah bertepuk tangan menggemuruh. Sebagian besar para calon birokrat tersebut segara turun bergoyang. Sebagian lagi terperangah dengan mulut menganga, sambil memperbaiki posisi celana yang mendadak jadi kesempitan.
Bad Jingan terkekeh-kekeh. Ia beserta semua stafnya meninggalkan ruangan, melambai-lambaikan tangan, dan memberi isyarat mempersilakan seluruh wisudawan menikmati hadiahnya.
Para calon birokrat memang telah dilatih untuk menikmati fasilitas semaksimal mungkin. Tak ada kamus tanpa fasilitas VIP bagi birokrat. Dalam setiap pikiran calon birokrat, lahan hidupnya nanti akan sangat basah, dan mereka harus siap menghadapinya.
* * *
Sore itu, setelah seluruh agenda kerjanya tuntas ditunaikan, Bad Jingan berendam di kolam air hangat di kantornya. Dua orang staf wanita menemani sambil memijatinya. “Ah, betapa nyaman hidup ini,” ujar Bad Jingan. “Bodoh, jika diharamkan, padahal tinggal dinikmati saja. Kalian berdua! Layani aku sampai aku puas. Ha.., ha.., ha.”
Di rumah Bad Jingan sendiri, istrinya juga tengah dipijati oleh dua orang pelayan pria. Impas.
Di langit, masing-masing di ufuk delapan penjuru angin, Malaikat-malaikat telah siap menggulung musnah Republik Edanabis.
7 Maret 2004
Penulis adalah Yadi Nurhayadi, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka, korespondensi bisa mengunjungi halaman http://yadinurhayadi.wordpress.com.