Aspirasi

Budaya Nusantara Benteng Karakter Bangsa

Kamis 30 Agustus 2018 | 10:42 WIB
Oleh: Edi Setiawan

Visione.co.id-Maraknya prostitusi online akhir-akhir sebagai ketidakmampuan kaum perempuan dalam aspek kehidupan apabila dibandingkan laki-laki. Perempuan yang melakukan prostitusi online tidak sedikit yang berada dalam garis kemiskinan, perilaku menyimpang ini menempatkan perempuan pada posisi tidak menguntungkan.

Beberapa sumber menyebutkan prostitusi online di Indonesia bukan barang baru. Selain para perempuan bebas memilih klien, para pelaku juga dengan sangat mudah menjalankan usahanya. Kini, mulai banyak prostitusi online yang dapat diakses dan diorder dengan mudah tanpa harus berada di jalanan. Namun, penanganan terhadap fenomena ini, hanya seperti memadamkan kebakaran, di mana semua pihak baru bertindak ketika terjadi kasus.

Terjunnya remaja ke dalam dunia prostitusi online karena banyak faktor, misalnya masalah sosial, ekonomi, pendidikan, angka putus sekolah tinggi, dan pengaruh narkoba. Ketahanan keluarga dan pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan masyarakat harus ditingkatkan untuk mencegah degradasi moral di kalangan remaja.

Untuk memberantas prostitusi online di kalangan remaja tidak cukup kalau hanya pemerintah. Butuh kerjasama semua pihak, termasuk masyarakat sendiri, Prostitusi bisa dilenyapkan dari bumi Indonesia. Kalau pun tidak bisa dilenyapkan, pemerintah harus tingkatkan kontrol atau pengawasan.

Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini pendidikan karakter bukan hanya bagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.

Kejadian diatas ditambah dari data rilis Transparency International tentang Corruption Perseptions Index (CPI) 2014 hari Rabu (03/12/14) di Berlin, Jerman. Organisasi anti korupsi ini setiap tahun mengeluarkan laporan korupsi global. Dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik, sebagian besarnya mendapat peringkat yang buruk. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih.

Indonesia mendapat skor 34, naik dari tahun lalu, 32. Indonesia kini menduduki peringkat 107, bersama-sama dengan Argentina dan Djibouti. Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruhnya 174 negara yang diperiksa.

Nampaknya data menjadi miris dalam pembangunan manusia. Laiknya Negara yang besar sudah sepantasnya data ini bagian dari pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Sungguh mengkhawatirkan. Dimana efek domino yang ditimbulkan bagi budaya korupsi yang semakin merajalela. Ironi bukan, negara yang mayoritas beragama ini belum bisa menghendaki kemajuan dalam problem sosial.

Untuk menghubungkan kembali pendidikan dengan cita-cita mengembangkan kecerdasan hidup berbangsa dan bernegara, pengembangan kemampuan berpikir abstrak dan pengembangan imajinasi menjadi hal mendesak untuk dilakukan. Sebuah bangsa yang warganya telah kehilangan kemampuan berpikir abstrak tidak mungkin memiliki imajinasi kolektif tentang negara-bangsa.

Berkepribadian dalam kebudayaan juga menjadi modal utama untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang berbudaya, bermartabat serta berdaya saing. Di bidang ini, semua memiliki tanggung jawab untuk tetap melestarikan budaya nusantara agar tidak tergerus oleh ancaman globalisasi dan modernisasi, sehingga kekayaan-kekayaan bangsa tersebut dapat terjamin pemeliharaan dan pelestariannya.

Manusia Indonesia adalah manusia yang sehat, cerdas, produktif, tidak malas yang mampu bersaing dan bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kekayaan yang terkandung dalam bumi nusantara tidak boleh dimiliki oleh segelintir kelompok saja, melainkan harus dimiliki oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas, kerja keras dan gorong royong dalam membangun Indonesia menuju negara yang maju, bermartabat dan sejahtera berdasarkan Pancasila dengan tetap berbasis kepada adat dan kebudayaan bangsa. Hasil yang akan dicapai adalah kehidupan bersama yang otentik, dan bukan yang semu. Untuk itu kita perlu menegaskan kembali kehendak politis kita untuk menciptakan masyarakat memiliki keadaban publik, empati sosial, kepatuhan pada hukum yang adil, dan memiliki integritas moral yang adil.

Edi Setiawan adalah Dosen FEB-UHAMKA

Berita Terkait

Komentar