Visopne.co.id - Bagi warga Papua, terpilihnya Lukas Enembe merupakan era baru. Karena selain merupakan putra pegunungan pertama yang berhasil memimpin Papua, Lukas Enembe juga telah banyak membuat sejarah baru dalam pembangunan Papua.
Tanpa mengkerdilkan peran sejarah para pemimpin sebelumnya, Lukas Enembe muncul menjadi pemimpin yang pertama membalik pembagian dana otsus yang sebelumnya dengan porsi 60:40 atau 60 untuk Kabupaten/kota dan 40 untuk provinsi, kini menjadi 80:40, 40 untuk provinsi dan 80 untuk kabupaten/kota.
Orang asli Papua yang lahir pada 27 Juli 1967 di kampung Mamit Distrik Kombu Tolikara ini bukan tanpa pertimbangan yang matang tentu saja. Keputusan tersebut ia ambil lantaran pengakamannya dalam memimpin Kabupaten Puncak Jaya periode tahun 2001- 2006. Lukas paham betul, bila menjadi bupati di Papua beratnya bukan main.
Inilah yang membedakan kepemimpinan kepala daerah dengan di daerah lainnya di Indonesia. Menjadi kepala daerah di Papua adalah sekaligus menjadi seorang bapak bagi warganya. Tak sekadar menjadi pemimpin politik, namun menjadi kepala daerah di Papua juga menjadi pemimpin sosial. Dituntuk untuk tak hanya piawai mengelola pemerintahan, namun juga menyelesaikan persoalan sosial di Papua.
Dalam sejarah Otonomi Khusus di Provinsi Papua, Lukas Enembe adalah Gubernur ke-tiga yang dipilih oleh rakyat Papua secara demokratis. Kebanyakan orang mungkin berpikir, bila dengan status Otsus dan sejumlah dana yang diperolehnya dari pemerintah pusat, akan sangat mudah memimpin Papua. Nyatanya, tak semudah membalik telapak tangan. Namun Lukas tak pernah mengeluh, ia lari tunggang langgang, tak peduli orang berkata apa, Lukas tetap pada prinsipnya membangun Papua menjadi lebih baik.
Sejak pertama memimpin, visi Lukas Enembe sudah jelas yaitu Papua Bangkit dan Mandiri. Pria yang beristrikan Yulce Wenda ini dikenal sebagai pemimpin yang Pluralis dan Moderat. Beliau mampu menjalin hubungan dan meningkatkan komunikasi intens dengan pemimpin- pemimpin dari berbagai aliran Agama, dan golongan di Papua, hal ini di buktikan dengan langkah politik beliau yang pernah berpasangan dengan DR. M. Musa’ad dalam suksesi Pilkada Gubernur Provinsi Papua di tahun 2006, yang pada saat itu belum berhasil dimenangkan pasangan tersebut. Menurut Lukas “Saya memaknai kekalahan ini menjadi pelajaran berharga dan amunisi terbaik bagi saya dalam menyusun kekuatan politik untuk bertarung kembali sebagai calon Gubernur Papua Tahun 2013- 2018, saya yakin akan menang”. 5 tahun kemudian, Lukas membuktikan pernyataan nya tersebut dengan tampil sebagai pemenang Pilgub di Provinsi Papua, berpasangan dengan Klemen Tinal.
Disparitas pembangunan antara Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur, lebih khusus Provinsi Papua, merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri. Terkait dengan pelaksanaan pembangunan, disparitas pembangunan ini merupakan tantangan yang harus dihadapi terkait pembangunan menuju Kebangkitan dan Kemandirian masyarakat Papua. Menyadari akan hal itu, Lukas Enembe dalam perannya sebagai Gubernur Provinsi Papua, melakukan beberapa hal substansial yang selama ini belum dilakukan oleh Gubernur Papua terdahulu, langkah awalnya adalah penetapan dokumen perencanaan pembangunan lingkup provinsi Papua dengan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Papua 2013- 2033.
RPJP menjadi penting, agar memberikan arahan dalam proses perencanaan pembangunan baik di Provinsi, ataupun Kabupaten/Kota di Papua. Lukas kemudian mengubah skema prosentase pembagian Dana Otsus Provinsi Papua yang tadinya 60 persen untuk pemerintah kab/kota dan 40 persen untuk pemerintah Provinsi, menjadi 80 persen untuk pemerintah kab/kota dan 20 persen untuk pemerintah provinsi, hal ini juga masih ditambah dengan pembagian 10 persen pengelolaan dana Otsus Provinsi yang diserahkan pengelolaannya ke Lembaga- lembaga Keagamaan untuk mendukung pengembangan potensi ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Prinsip yang mendasari skema pembagian keuangan Dana Otsus Papua, sesuai dengan prinsip Money Follow Function atau Uang mengikuti fungsi yang selama ini di kenal dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Titik berat Otonomi berada di daerah Kabupaten/Kota, dimana fungsi atau urusan pemerintahan yang dilimpahkan terkait otonomi justru lebih besar di daerah Kab/Kota, oleh sebab itu untuk memberikan penguatan dari sisi finansial kepada daerah kab/kota, perubahan skema atau persentase pembagian Dana Otsus, merupakan kebijakan yang tepat.
Menyadari bahwa secara psikologis Orang Asli Papua memiliki trauma yang mendalam akibat perlakuan represif (Pendekatan Operasi Militer) yang dipraktek kan selama hampir 30 tahun lebih di Papua, alumni The Christian Leadership And Second Linguistic Cornerstone Australia ini juga memprioritaskan Penyusunan Rencana Tata Ruang Pertahanan, yang akan dipakai sebagai arahan penempatan pasukan keamanan di Papua. Hal ini juga akan berdampak secara internasional, mengingat kampanye di luar negeri tentang Pelanggaran HAM yang dilakukan Oknum Aparat Keamanan terhadap masyarakat Papua semakin gencar di lakukan oleh kelompok- kelompok masyarakat Papua yang berbeda haluan politik.
Selain kebijakan- kebijakan tersebut, lukas juga melakukan terobosan- terobosan strategis antara lain pengusulan Provinsi Papua sebagai Tuan Rumah PON XX Tahun 2020, pembukaan jalur penerbangan internasional bandara Frans Kaisepo Biak yang akan berdampak pada revitalisasi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) di wilayah seputar Teluk Cenderawasih, dan Renegosiasi Kontrak Karya Freeport yang menurut beliau belum memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan di Provinsi Papua. Menurut Beliau, salah satu penyebab tingginya tingkat kemahalan atau perbedaan harga antara wilayah papua dengan diluar papua, disebabkan terutama karena ketersediaan infrastruktur dasar, berupa jalan dan jembatan yang menghubungkan wilayah- wilayah terisolir, terutama di daerah Pegunungan Papua masih minim, itu sebabnya pembangunan infrastruktur dasar tersebut juga menjadi salah satu prioritas yang dilakukan beliau dalam masa kepemimpinannya sebagai Gubernur Papua.
Kekhususan Provinsi Papua, diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, namun, dalam implementasinya Otsus di Papua tidak berjalan sebagaimana mestinya, dikarenakan dinamika, dan aspirasi masyarakat saat ini telah mengalami banyak perubahan, disamping itu ada beberapa pasal di dalam UU dimaksud yang dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan spesifik sifatnya. Dengan maksud untuk lebih memaksimalkan pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua, Lukas Enembe mempelopori upaya- upaya penyusunan draft RUU Otsus Plus Papua, yang di maksudkan untuk lebih memaknai kekhususan Provinsi Papua dalam Kerangka NKRI. [dari berbagai sumber]