Puisi

Papan Tulis Kelabu

Minggu 21 Februari 2016 | 01:55 WIB
Oleh: Raka Bumi

Semuntik, Badau, Kapuas Hulu 
Wajah-wajah pias kembali terduduk 
Terbata asa tak kunjung tiba redakan remuk 
Menanti derap langkah guru-guru merajuk 
Mulai bosan susuri panas terik menusuk 
Mulai lupa lenguh bangsanya yang terbatuk 

Jari-jari mungil itu kini menjadi batu 
Mengeras hati menahan gerutu 
Setiap hari hanya melahap angin berdebu 
Setiap hari hanya pandangi papan tulis kelabu 
Setiap hari hanya tangisi baris kosong bukubuku 

7 KM 
Jarak itu tak lantas robohkan nyali 
Satu jam lintasi jalanan kotor becek pagi hari 
Tiada aspal, tak pula angkutan, 
Hanya kulit-kulit jelata mengeras di bawah kaki 
Mengutuk nasibmu tak jua menyingkir menepi 
Demi terbungkam dahaga pendidikan yang mulai mati 
Mendatangi derit pintu-pintu sekolah yang mulai sunyi 

Semuntik, Badau, Kapuas Hulu 
Di perbatasan itu nasionalisme-idealisme diadu 
Dirayu upah melimpah dan merah-putih diinjak-injak malu 
Antara hitam dan putih tak lagi bisa dicerna qalbu 
Antara lacur dan jujur tak lagi bisa dinalar waktu 
Tinggal menunggu takdir berpihak pada semu 
Atau kembali pada pertiwimu yang terbujur kaku 
Menanti geliatmu menata hari esok yang baru 

------

Tangerang, 13 Agustus 2013

MEIDI CHANDRA. Lahir di Tangerang, 20 Mei 1985. Penulis adalah alumnus Fakultas Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Saat ini penulis terdaftar sebagai anggota dalam komunitas kepenulisan nusantara Jaringan Pena Ilma Naafi a. 

Berita Terkait

Komentar