Budaya

Jepang dan Kultur Pop

Senin 16 Maret 2015 | 11:07 WIB
Oleh: Zainal Arifin

Monitorday -- Jepang pasca Perang Dunia II merupakan Jepang yang berbenah. Hancur lebur dikarenakan bom atom terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki. Ditambah lagi menderita kekalahan perang. Jepang pun menerima hukuman dari pihak sekutu diantaranya berupa larangan untuk tidak membangun angkatan perang lagi.

Coba tanyakan impresi ketika mendengar nama ‘Jepang’ bagi rakyat Indonesia yang hidup di era penjajahan Jepang (1942-1945) dengan generasi yang hidup di era sekarang. Jepang di era sekarang merupakan Jepang yang dicintai. Lihatlah para otaku. Lihatlah event-event bertemakan Jepang yang selalu penuh dikunjungi.

Dilansir dari laman majalah The Spectator bahwa Jepang mampu menjadi negara superpower dalam bidang kultur pop dikarenakan kemampuannya untuk melakukan kombinasi hibrida yang sempurna. Ada kombinasi dari unsur-unsur yang ada. Baik itu yang ada dalam sejarah, mitologi, dipadukan dengan teknologi dan modernisme.

Jepang juga merambah bukan hanya untuk segmen umur anak-anak. Jepang meng-entertain mereka yang dewasa pula. Jika seseorang menyukai komik atau kartun ketika berumur 12, kenapa mereka tidak menyukainya ketika berumur 14, 40, atau 80? Mereka membutuhkan tema yang lebih dewasa sesuai dengan umur mereka.

Sebagai informasi di Jepang sendiri komik ataupun kartun tidak hanya dibaca ataupun ditonton oleh anak-anak. Terdapat pula komik dan kartun untuk ceruk umur dewasa. Kartun untuk umur dewasa ditayangkan pada jam-jam malam ketika anak-anak dikalkulasi telah tidur.

Begitulah kiranya bagaimana kultur pop Jepang telah begitu terkokohkan. Seperti ketika live action Kenshin ditayangkan di bioskop Indonesia bagaimana antusiasme yang begitu kuat. Pun begitu dengan film Stand by Me Doraemon yang hingga menimbulkan antrian penonton. (arf)

Berita Terkait

Komentar