Cerpen

Vesva Kala Senja

Rabu 24 Februari 2016 | 10:31 WIB
Oleh: Nur Khumaira Tusdayu

Vespa unik tempo dulu terjajar rapi di depan halaman. Aku tak tahu vespa itu keluaran tahun berapa? Mungkin tahun 80-an. Berkat keahlian si babeh dalam memodifikasi motor maka vespa tersebut terlihat lebih cantik dan bisa digunakan. Padahal,  babeh membeli vespa itu dengan harga yang murah dengan kondisi bodi yang kusam dan berkarat. Selain jago mendesain rumah, si Babeh jago dalam memodifikasi motor termasuk vespa. Dan kehlian itu diturunkan kepada adik laki-lakiku Toriq. Sedangkan aku dan tiga saudara lainnya tak ahli dalam hal tersebut.

Babehku memang suka mengoleksi motor antik, termasuk vespa dan moge. Tak heran kalau di depan rumah ada dua atau tiga vespa dan satu moge jadul terjajar rapi. Aku mendengar ada satu moge lagi tapi moge itu berada di kantor si babeh. Sebenarnya, babeh tak berniat untuk mengoleksi motor dengan tipe tersebut. Babeh hanya suka membeli motor dengan tipe tersebut untuk dimodifikasi dengan tangannya sendiri. Mendempul dan memberikan warna pada bodi vespa adalah satu hobi babehku. Jika ia memiliki waktu luang maka ia akan mengerjakannya sendiri. Itu juga kalau keadaan mesin vespa atau moge itu dalam keadaan baik-baik saja. Kalau mesin vespa atau moge itu harus turun mesin maka babeh menyerahkan tugas itu pada bengkel khusus motor antik langganannya. Maklum motor antik tempo dulu biasanya selalu bermasalah dengan mesinnya.

Kadang, ibuku suka mengeluh kepadaku dan babeh. Ia mengatakan mengapa babeh hanya memperhatikan vespa dengan dempulan dan pilok untuk mempercantik body vespa. Ia juga dengan iseng mengatakan bahwa ayah vespa mulu yang dibeliin dempul, ibu dong beliin dempul. Ayah menjawab dengan santai bahwa wajah ibu sudah cantik jadi tak perlulah beli dempulan. Aku akui ibu memang cantik, lebih cantik dari tiga anak perempuannya. Teman zaman SMA-ku juga mengakui kecantikannya. Teman SMA-ku mengatakan dengan terang-terangan, ibuku lebih cantik dari pada anaknya. Ibuku tersenyum mendengar hal itu dan mengatakan cantik ibukan dibagi tiga dan temen kamu ada-ada aja.

Babehku memang beruntung mendapatkan istri seperti ibuku. Ibuku sudah cantik, baik hati, penurut dan tidak macam-macam. Walaupun sekarang lebih banyak bicara dibandingkan dengan masa sekolah. Sejak memiliki anak, sifat pendiam ibuku memudar. Dapat dikatakan, kebutuhan sehari-hari anak telah membuat ibuku berani bersuara lantang. Kalau tidak seperti itu maka babehku kadang lupa diri. Babehku tipe orang yang royal dengan teman dan hobinya.

Apabila ada seseorang yang berminat untuk membeli vespa maka si babeh akan menjualnya. Tentunya jika harga pembelian vespa sesuai dengan kesepakatan, jika tidak maka babeh membiarkan vespa terjajar rapi di depan rumah kami. Setelah menjualnya maka ia akan membeli vespa lagi. Tidak semua vespa dijual karena babeh dan adikku suka mengendarai vespa.

Tersisalah tiga vespa di rumah kami. Satu dipakai babeh untuk pergi ke kantor. Dan satu vespa lagi dipakai untuk adikku yang kuliah PP (pulang pergi) dari rumah ke kampus. Lumayanlah dari kabupaten ke kota Jakarta. Perjalan yang cukup panjang dan melelahkan. Dengan segala kemungkinan baik dan kurang baik. Maklum vespa kadang bermasalah dengan mesinnya.

Walaupun demikian, vespa itu memang unik. Begitupula pemiliknya, unik sekali. Aku pernah mendengar cerita dari adikku bahwa jadi pengendara vespa itu lebih enak sekali dibandingkan dengan pengendara motor lain. Alasannya adalah pertolongan akan selalu didapatkan oleh pengendara vespa ketika ia mengalami masalah dengan mesin vespa dari pengendara vespa lainnya. Unik sekalikan. Dan hal itu tidak akan terjadi kalau kita menggunakan motor biasa. Vespa memang luar biasa, dengan segala keunikan bodi, perawatan dan pemiliknya.

Alasan keunikan itulah yang medorong hati dan diri ini untuk belajar mengendarai vespa. Hehehehe itu Cuma alasan klasik. Alasan sesungguhnya adalah hanya vespalah kendaraan yang menganggur di rumahku dan cocoklah untuk aku pakai saat ini. Aku pikir, keren sekali rasanya, ketika seorang perempuan dapat mengendarai vespa. Disamping itu, pengendara vespa tak terlalu diperhitungkan apabila ada penilangan pak polisi.

Berawal dari senja yang memerah, aku belajar vespa di halaman rumahku yang sempit. Sebelumnya, adik dan babehku memberikan pengarahan mengenai bagaimana caranya mengendarai vespa. Sebenarnya aku ragu tapi aku harus berani mencoba. Kalau tak sekarang, kapan lagi. Maka dari itu aku hilangkan rasa ragu itu dengan tekad yang kuat.

Halaman rumahku kecil ada beberapa tanaman hijau yang berdampingan dengan jendela ruang tamu rumahku. Halaman yang tidak berumput tapi bersemen. Dua vespa hitam abu-abu dan coklat loreng-loreng berjajar rapi di samping jendela.

Jendela rumahku menghadap selatan dan pintu utama rumahku menghadap barat. Sebenarnya halaman ini milik bersama karena  beberapa meter dari halaman mini terdapat rumah minimalis tanpa gerbang. Posisi vespaku mengarah ke rumah minimalis itu. Pintu rumah berwarna biru itu kebetulan terbuka lebar karena pemiliknya adalah saudaraku. Sebelum aku mulai mengendarai vespa, aku sempat mengobrol dengan saudaraku tentang kesibukanku sehari-hari. Lalu, ia pergi untuk menemui anaknya yang sedang bermain.

Setelah itu, aku mulai mengaplikasikan instruksi yang telah diberikan babeh dan adikku. Aku mulai duduk di atas jok vespa, mereka berada di sebelah kiriku dan masih memberikan instruksi dan informasi mengenai gas, gigi, pedal dan rem. Aku mencoba untuk memahaminya. Agak rumit memang, gigi satu untuk …  gigi dua untuk … dan gigi tiga untuk ….

Ini adalah kali pertama aku belajar motor dan aku memilih belajar untuk mengendarai vespa. Di halaman yang sempit. Aku sudah duduk di atas jok vespa dan mencoba untuk memegang gas tanpa menyalahkan mesi vespa. Aku coba untuk bermain dengan gas dan mengeremnya. Itulah yang aku lakukan sambil mendengarkan istruksi dari babeh dan adikku.

Dengan menyebut asma-Nya, aku mulai menginjak pedal untuk menyalahkan mesin vespa. Namun, aku tak berhasil maka adikku pun membantu agar mesin vespa itu menyala. Pedal telah berhasil dinyalakan lalu gigi mulai diinjak, dan aku pun mulai memegang gas. Aku mulai menarik gas dengan tangan kananku. Tanganku terlalu kuat memegang gas tersebut. aku berubah menjadi panik mendengar suara yang dihasilkan dari pengangan gas tangan kananku. Aku tak mampu mengendalikan vespa dan lupa untuk memegang rem. Aku pun mulai berteriak ketakutan.

Babeh yang berada di samping kiriku berusaha untuk menahan agar vespa tak terus melaju dengan  kaki kanannya. Akan tetapi, vespa tak berhasil dihentikan, ban vespa hanya meluncur tanpa dosa di atas kaki kanan babehku. Babehku berteriak agar aku mengerem. Tapi, aku terlampau panik dan tak bisa mengerem. Aku bingung dan mengangkat tanganku ke atas. Vespa terus melaju ke arah pintu rumah minimalis itu dan meninggalkan diriku yang jatuh duduk. Dengan sigap adikku mengejar laju vespaku dan langsung mengambil posisi di depan vespa beberapa centimeter. kemudian, ia menahan vespa dengan tangan dan kakinya. Dengan izin Allah Swt, vespanya pun berhasil diselamatkan.

Vespa berhenti tepat di depan pintu rumah saudaraku. Aku masih shock dengan kejadian tersebut. Aku mencoba mengendalikan diri dan mengembalikan kesadaranku lagi. Aku berdiri dan langsung melihat ke arah babehku. Dan mataku langsung tertuju pada kaki kanan yang telah menahan laju ban vespa. Aku melihat ada luka di sana. Luka yang cukup serius. Aku lihat kulit yang membungkus punggung kaki kanan babehku terkelupas, ada warna merah muda di sana.

Lalu, ku tengok adikku yang ada beberapa centimeter dariku. Aku lihat celannya sobek dan sobekan itu membuat aku tahu bahwa paha kirinya berdarah sepertinya cukup parah. Aku bingung dan mengatakan maaf. Babehku mengatakan parah ini bocah. Babeh segera memanggil adikku yang lain untuk membeli obat. Sedangkan adikku mengatakan aduh vespa gua.

Vespa telah selamat dan meninggalkan dua luka pada punggung kaki kanan Babeh dan paha kiri adikku. Luka yang cukup membuat aku khawatir dan merasa bersalah. Dengan izin Allah Swt, aku baik-baik saja. Ya, fisikku baik-baik saja sedangkan hatiku tidak demikian. Aku merasa amat sangat bersalah karena kecerobohanku telah membuat luka bersemanyat dalam fisik Babeh dan adikku. Maaf, hanya itu yang terucap dalam bibir dan hatiku.

Aku begitu naïf dan lupa bahwa aku bukanlah tipe orang yang mudah cepat dan tanggap dalam menerima informasi. Ya, aku memang salah perkiraan. Dan kesalahan perkiraan ini membuat seseorang yang aku kasihi terluka. Rasanya, lebih baik aku yang terluka sendiri daripada melihat babeh dan adikku terluka karena itu amat sangat menyakitkan.

Tragedi vespa di senja itu, membuat babeh dan adikku beristirahat di rumah selama beberapa hari. Ibu tak menyalahkanku atas kejadian itu, ia mengatakan tak apa-apalah karena kejadian itu, si babeh dapat beristirahat di rumah. Selama beberapa hari, aku merasa bersalah.  

Aku berpikir melihat babeh terluka fisik amat sangat menyakitkan. Bagaimana dengan luka hati? Luka fisik mungkin bisa sembuh dalam beberapa hari tapi luka hati. Siapa yang bisa memastikan. Kejadian ini membuat aku semakin menjaga diri agar bersikap dan berkata yang sewajarnya saja terhadap babeh dan tentunya ibu. Karena kita tak tahu kata dan sikap mana yang bisa melukai hati mereka.

-------------------

Orang tua saya memberikan nama kepada saya, Nur Khumaira Tusdayu. Nama pena saya adalah Maira Tusdayu. Lahir di Bekasi, 11 Juni 1991.

Siapa pun dapat menghubungi saya melalui FB, Twitter, Gmail dan HP. Alamat FB saya adalah Nur Khumaira Tusdayu, alamat email: cahayamega03@gmail.com.

Nomor HP: 089655500582. Alhamdulilllah, saya belum memiliki prestasi dalam bidang kepenulisan fiksi dan nonfiksi.

Mmaka dari itu saya sedang mencoba meniti karir melalui lomba menulis. Saya pernah menulis beberapa puisi dan cerpen yang telah dibukukan, lalu dikumpulkan kepada dosen menulis kreatif ketika kuliah.

Berita Terkait

Komentar